just ordinary people's blogs

You can take any content from here, quite simply by including the source...
Tampilkan postingan dengan label anak muda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label anak muda. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 Oktober 2011

THE KHIDR CODE

SEE NO MAN

See No Man, Si Nona Manis itu terlentang begitu saja di hadapanku. Remang petang di sebuah kafe taman yang terletak di pinggiran kota Bogor yang hangat. Dari tempat ini suara kendaraan yang melintasi jalan raya masih cukup jelas terdengar menderu menjauh di antara kesiur batang-batang bambu kecil yang saling bergesekan.

“Gue ngerasa capek diomongin terus sama orang tua. Gue pan sudah bukan anak kecil lagi, gue udah cukup dewasa. Gue juga berhak milih-milih dan melakukan apapun yang ingin gue lakukan. Gue bosan ngedengerin ceramah nyang itu-itu saja, gue punya kehidupan sendiri.”

Si Nona Manis itu terus ‘nyerocos’ begitu saja. Asap sigaret bergulung bergumpal-gumpal keluar dari bibirnya yang mungil. Ia mengarahkan tubuhnya ke samping, sambil sesekali mengibas-ngibaskan tangannya untuk mengusir kepulan asap yang mengganggu di kedua matanya.

“Gue anak orang kaya, tapi itu nggak ngejamin hidup gue bahagia. Apa-apa yang gue alami bisa jadi cerita. Nyokap dan bokap gue jarang di rumah, jarang sekali gue ketemu sama mereka. Apalagi bokap, dalam seminggu bisa ketemu sekali dengan bokap saja bisa diitung. Mustinya sih itu bisa, karena bokap pada hari Sabtu dan Minggu enggak kerja. Tapi nyatanya itu jarang sekali terjadi, ia selalu punya acara-acara lainnya.”

Yaa Allaahu. Kulit yang putih mulus dan lembut dengan bulu roma menghias di tengkuknya itu sudah tentu pasti Engkau yang mencipta. Bibir yang merah ranum seakan mengalahkan strawberry Australia itu tentu pula Engkau yang mengkreasikannya. Namun siapa pula yang mengajarkan kata-kata yang ‘polos dan gamblang’ itu meluncur dari mulutnya?

“Dua kali gue pernah pacaran, tapi gagal. Pacar pertama gue sukanya hura-hura, sebetulnya gue suka, tapinya dia juga suka namparin gue. Ya udah kita lalu putus, itu juga mesti pake ngumpet-ngumpet. Soalnya dia itu gila, maniak banget, dia itu sempet ngejar-ngejar di manapun persembunyian gue. Kacau. Pacar gue yang kedua orangnya rumahan, tapi gue juga enggak bertahan lama dengannya. Dia prĂ©cis banget ortu gue, maunya ngomongin gue melulu. Ya udah, gue jadi empet dibuatnya.”

Kakinya yang jenjang itu, Yaa Allaahu, tentu tak gampang bagi siapapun memalingkan diri untuk tidak menatapnya. Tubuhnya yang sintal dan selalu bergerak seperti ‘si lumba-lumba’ itu tentu juga tak mungkin bisa menyurutkan langkah siapapun untuk mendekatinya. Gunung yang tinggi menjulang dengan lekuk-lekuk panorama di sekitarnya, sungguhlah gambaran sebuah keindahan yang ‘luhur dan sentausa’.

“Ini bukan yang pertama kali gue pergi dengan laki-laki, yang bukan pacar gue maksudnya. Gue enggak mau tahu, gue ingin orang yang mau mengerti dan bisa menyayangi. Sebodo amat orang mau bilang apa, hidup gue ya hidup gue. Gue punya kehidupan sendiri, terserah gue mau ngejalaninya bagaimana. Eh, tolong minumnya ditambah lagi dong!”

Si Nona Manis itu minta tambah minum lagi. Jus strawberry, strawberry di atas strawberry. Ketika aku katakan aku juga suka jus strawberry, ia tertawa. Dari mulutnya keluar harum aroma gula. Yaa Allaahu, aku terjebak dalam bahaya. Cinta menyelinap dalam kalbu membuatku terlunta-lunta.

“Damai sekali gue bisa nyantai begini. Tapi gue juga bukan tipe orang pemalas, suatu saat gue juga ingin bekerja, asal yang enggak formil-formil amat. Mungkin mau juga sih kerja di kantoran, asal tim kerjanya kayak gue. Prinsip gue orang boleh ngelakukan apa saja asal kerjaannya beres. Tapi ada enggak ya kerja kantoran yang seperti itu?”

Busyeet. Kerja kantor seperti itu? Kantor apa ya? Kantor pengacara? Yaa Allaahu, barangkali ia tengah membayangkan film Ally Mc Beal, atau mungkin ia terlalu lama kecanduan nonton film Baywatch? Ada-ada saja. Ia bisa menemukan seorang laki-laki di antara seratus juta laki-laki normal Indonesia yang tidak terburu-buru dan tergopoh-gopoh untuk mengajaknya main cinta saja itu sudah satu prestasi serta kelangkaan yang tak terkira.

“Hidup gue memang begini, tapi gue juga punya otak bo. Elo tahu enggak, temen-temen gue juga banyak yang dipacarin sama pejabat-pejabat lho? Tapi gue enggak suka. Mereka kalo udah seneng maunya juga main proteksi. Enggak boleh gini enggak boleh gitu, enggak boleh gaul dengan si ini enggak boleh gaul dengan si itu, padahal mereka juga punya simpanan di mana-mana. Lhah, giliran kita butuh, garing deh!”

Amboii…dia juga nggunjingin pejabat, Cing! Apa dia enggak tahu kalau pejabat itu uangnya banyak? Apa dia juga enggak sadar kalau pejabat itu tiba-tiba bete dengan omongannya barusan maka bisa-bisa akan mengurungnya dalam hotel selama berminggu-minggu? Ahh, Si Nona Manis yang lucu, kamu seperti Barbie bagi laki-laki dewasa.

“Nomor HP gue ini nih baru seminggu lalu gue ganti. Repot kalo punya nomor diapalin banyak orang, hidup gue jadi enggak bebas. Gue enggak mau seperti itu. Enakan juga begini, mau pergi kemana kek, mau berbuat apa saja juga enggak ada yang ngatur. Hihihi…..dari tadi kok diam saja sih, Mas enggak suka ya sama gue?”

Ups, Si Nona Manis yang nakal. Apa dia enggak menyadari sedari tadi jantungku sungguh sudah sangat-sangat merasa tersiksa sekonyong-konyong koder tak karuan? Yaa Allaahu, hatiku dikalahkan gairah yang kukuh, yang menjadikanku nista karena mengharap godaannya.

“Santai saja, Mas. Bagi gue bullshit dengan segala macam status. Orang boleh saja ngomong banyak-banyak soal aturan, itu persoalan mereka sendiri. Orang juga bisa ngomong-ngomong ngasih banyak komentar, tapi coba kalo mereka ngalami sendiri? Sepanjang gue enggak merasa merugikan pihak-pihak lain ya kenapa enggak gue lakukan. Iya kan?”

Kan? Iya kan? Aku meras takjub dan tak tahu dengan apa yang harus aku lakukan. Petang ini aku merasa was-was, jangan-jangan aku tak akan bisa lagi menghindar dengan apa-apa yang telah diucapkan dan dimaksudkan oleh Si Nona Manis itu sebagai ‘kan’. Ini sungguh bisa berarti banyak, karena ‘kan’ yang dimaksud ini bisa dimaknai sebagai sebuah ‘penawaran yang tak terbatas’. Astaga, tiba-tiba aku merasa mendapatkan ‘pencerahan’ untuk mengartikan ‘kan’ ini sebagai seribu satu macam hujjah yang bisa dihalalkan.

Ampuni aku, Yaa Allaahu, petang ini aku merasa malam terlalu gelap bagiku untuk bisa menemukan lagi jalan untuk kembali. ***

Bekasi, 10 Januari 2006

NOTE : Diambil dari The Khidr Code l Gusblero l Taheyya l Yogyakarta l 2008

Minggu, 16 Oktober 2011

BUNGA RAMPAI

TELUR EMAS...

Alkisah seorang peternak angsa yang sangat rajin memelihara peternakannya. Hanya saja karena pengelolaan peternakannya yang sederhana dan tidak pernah diupayakan untuk ditingkatkan, maka hasil telur dari angsa-angsa ini selalu begitu-begitu saja tidak pernah memberikan peningkatan penghasilan bagi sang peternak.

Suatu hari, seperti biasa sang peternak bangun dari tidurnya dan bergegas menuju kandang-kandang angsanya untuk segera mengumpulkan telur-telur yang dihasilkan si angsa hari itu. Dan betapa terkejutnya pagi itu sang peternak ketika mendapati sebuah telur berwarna kuning keemasan dari seekor angsa paling tua yang berada di kandang paling ujung.

"Siapa yang pagi-pagi telah berusaha mempedayai saya.", gumamnya dalam hati sambil memungut telur keemasan tadi. "Mungkinkah ini sebuah telur dari emas", pikirnya kemudian.

Lama dia berpikir me-logika terhadap apa yang terjadi dengannya pagi itu, sambil terus memandangi telur keemasan digenggamannya. Merasakan beratnya, mengetuk-ngetukkannya pada batu, menggores-goreskannya, sampai pada suatu keyakinan dalam hatinya dia harus bergegas memastikan benda apa itu.

Bergegas dia menuju ke tempat ahli logam tak jauh dari rumahnya, yang kemudian dia meminta sang ahli logam untuk menganalisa benda apakah yang dia temukan pagi itu. Sang ahli logam mengambil lup-nya, kemudian mencermati telur berwarna keemasan yang diterimanya.

Beberapa saat kemudian dia memandangi si peternak, sambil menyerahkan telur tersebut dan berkata, "Ini adalah emas murni 24 karat berbentuk bulat telur dengan berat hampir satu kilogram..!". Setengah tak percaya si peternak kemudian meminta sang ahli logam untuk menukar telur emas tersebut dengan uang sesuai dengan taksiran harganya.

Segepok uang yang diterimanya kemudian segera dibelanjakan segala barang yang dia impikan selama ini untuk dimiliki dari pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, perabot-perabot mahal, dan sebagainya.

Esok harinya, karena masih banyak sisa uang untuk hidupnya hari itu, dengan langkah malas dia menuju ke kandang angsanya untuk memunguti telur-telur hasil pada hari itu. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa kejadian telur emas kemarin hari akan berulang lagi pada hari itu. Dan benar dia kembali menemukan telur emas pada angsa yang sama. Bergegas dia berlari menuju kota untuk kembali menjual telur tersebut.

Esok paginya setelah bangun pagi, dengan berharap-harap cemas dia kembali menuju angsa tua petelur emas. Dan benar! Kembali sang angsa mempersembahkan satu telur emas kepada sang peternak.

Hal yang sama terjadi esok paginya, esok paginya, dan seterusnya, sehingga membuat si peternak menjadi rajin bangun pagi-pagi sekali untuk sekedar segera mendapat telur emas dari angsa tua itu.

Dalam waktu singkat, kehidupan si peternak pun berubah. Si angsa tua juga sudah diberi tempat khusus di sebelah kamar tidur si peternak agar telur emas hasil si angsa tua tiap pagi tidak dicuri orang dan dengan mudah dapat segera diambil oleh sang peternak untuk dijual. Rumahnya kini telah berubah menjadi begitu mewah. Lama kelamaan timbulah sifat tamak dari si peternak.

"Mengapa saya harus menunggu satu butir telur emas setiap harinya dari si angsa tua", pikirnya.., ..betapa bodohnya saya.". "Isi perut angsa tua itu pastilah penuh dengan emas,.kenapa tidak sekarang saja saya ambil semuanya, sehingga saya tidak perlu susah-susah menunggu tiap pagi, serta dalam sekali waktu saya sudah bisa dapatkan semua.", begitulah pikir sang peternak.

Diambilnya parang besar miliknya, dan dalam sekejap dibelahlah dada si angsa tua. Tapi apa yang terjadi? Tak ada secuil pun telur emas di dalam perut si angsa tua. Dan yang lebih buruk, si angsa tua saat itu juga mati digenggaman sang peternak. Telur emas tiap pagi pun tinggal kenangan.

Cerita ini terkenal dengan sebutan Aesop's fable dengan judul `The goose and the golden eggs'. Kisah fabel di atas sepertinya bisa terlihat sebagai kisah yang terlalu ekstrim. Tapi bila kita mau berkaca pada kehidupan di sekitar kita, kita mungkin akan sadar bahwa perumpamaan sang peternak membelah dada angsa untuk segera memperoleh semua telur emas sekaligus dalam sekejap ternyata banyak terjadi di sekitar kita.

Kita lihat di sekitar kita bagaimana sesorang yang ingin mengejar karir sampai ke puncak dengan segera, justru mengabaikan kesehatan dirinya sendiri, pola makannya, jam istirahatnya. Tak ubahnya seekor angsa yang membelah dadanya sendiri.

Masih banyak diantara kita, dalam menjalankan profesinya, atau dalam melakukan usahanya, ingin mendapatkan keuntungan yang berlipat dalam sekejap. Sehingga sampai lupa waktu mengabaikan saat-saat istri dan anak-anaknya membutuhkan sebuah kebersamaan dengannya. Tanpa dia sadari, dalam mencoba dia mendapatkan telur emas, justru dia berusaha `membunuh' si angsa.

Bisa jadi kita sebagai manusia yang memiliki keahlian, ketrampilan, pengetahuan, semangat, keberanian adalah manusia-manusia yang akan selalu menghasilkan telur emas-telur emas setiap harinya. Dan hari demi hari kita selalu bangga akan telur emas yang kita hasilkan. Tapi yakinkah kita akan selalu ada telur emas ketika kita justru mulai tidak begitu menghiraukan angsa-angsa kita. Ketika kita lupa untuk memperhatikan kesehatan fisik diri kita, ketika kita mulai mengabaikan kesehatan rohani kita, ketika kita melalaikan sumber daya manusia di keluarga kita...
*****************************************************************



SEGENGGAM GARAM....

Dahulu kala, hiduplah seorang lelaki tua yang terkenal saleh dan bijak. Di suatu pagi yang basah, dengan langkah lunglai dan rambut masai, datanglah seorang lelaki muda, yang tengah dirundung masalah. Lelaki itu tampak seperti orang yang tak mengenal bahagia. Tanpa membuang waktu, dia ungkapkan semua resahnya: impiannya gagal,karier, cinta dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.

Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok, tenang, bibirnya selalu tampilkan senyum.

"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Pak tua itu.
"Asin dan pahit, pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah ke tanah.

Pak Tua itu hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan beriringan, tapi dalam kediaman. Dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, masih dengan mata yang memandang lelaki muda itu dengan cinta, lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga, yang membuat gelombang dan riak kecil. Setelah air telaga tenang, dia pun berkata,

"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah".Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?"
"Segar," sahut tamunya.
"Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Pak Tua lagi.
"Tidak," jawab si anak muda.Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda.
Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan,bersimpuh di tepi telaga.

"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita miliki. Kepahitan itu anakku, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan wadah pergaulanmu supaya kamu mempunyai pandangan hidup yang luas. Kamu akan banyak belajar dari keleluasan itu." Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasihat.

"HATIMU...ADALAH WADAH ITU. PERASAANMU ADALAH TEMPAT ITU. KALBUMU, ADALAH TEMPAT KAMU MENAMPUNG SEGALANYA. JADI, JANGAN JADIKAN HATIMU ITU SEPERTI GELAS, BUATLAH LAKSANA TELAGA YANG MAMPU MEREDAM SETIAP KEPAHITAN ITU DAN MENGUBAHNYA MENJADI KESEGARAN DAN KEBAHAGIAAN."

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar di hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa...
****************************************************************


JALAN MENUJU SUKSES...

Seorang eksekutif muda bertemu dengan seorang guru di sebuah jalan raya. Ia bertanya, "Guru, yang manakah jalan menuju sukses?"Sang guru terdiam sejenak. Tanpa mengucapkan sepatah kata, sang guru menunjuk ke arah sebuah jalan.

Eksekutif muda itu segera berlari menyusuri jalan yang ditunjukkan sang guru. Ia tak mau membuang-buang waktu lagi untuk meraih kesuksesan. Setelah beberapa saat melangkah tiba-tiba ia berseru,"Hahh...ini jalan buntu!" Benar, di hadapannya berdiri sebuah tembok besar yang menutupi jalan. Ia terpaku kebingungan, "Barangkali aku salah mengerti maksud sang guru."

Eksekutif muda itu berbalik menemui sang guru untuk menanyakan sekali lagi,"Guru, yang manakah jalan menuju sukses?"Sang guru menunjuk ke arah yang sama. Eksekutif muda itu berjalan ke arah itu lagi. Namun yang ditemuinya tetap saja sebuah tembok yang menutupi jalan. Ia merasa dipermainkan.

Dengan penuh amarah ia menemui sang guru, "Guru, aku sudah menuruti petunjukmu. Tetapi yang aku temui adalah sebuah jalan buntu. Aku tanyakan sekali lagi padamu, yang manakah jalan menuju sukses? Kau jangan hanya menunjukkan jari saja, tetapi bicaralah!"Akhirnya sang guru berbicara, "Di situlah jalan menuju sukses. Hanya beberapa langkah saja di balik tembok itu."

Keyword : KEBERHASILAN SERINGKALI TAK TAMPAK KARENA IA BERSEMBUNYI DI BALIK KESULITAN. Cuma orang-orang yang mampu mendaki "tembok" itulah yang akan menemui keberhasilan....
*****************************************************************